GO SUMENEP – Kabupaten Sumenep terletak diujung timur pulau Madura. Sumenep menjadi saksi bisu bagaimana perlawanan masyarakat di masa penjajahan hingga pasca kemerdekaan.
Di daerah ini terdapat berbagai macam peninggalan bersejarah yang masih dapat disaksikan hingga saat ini. Bahkan tak sedikit dari peninggalan itu dijadikan tempat wisata yang cukup menarik perhatian warga lokal maupun mancanegara.
Lantas apa saja wisata sejarah di Kabupaten Sumenep?
Tempatnya dimana saja?
Berikut ulasan selengkapnya.
Museum kraton Sumenep
Museum Kraton ini diresmikan pada 9 Maret 1965 oleh Drs. Abddurrahman atau Bupati Sumenep ke 9.
Di dalamnya banyak koleksi penyimpanan sisa-sisa peninggalan Kerajaan Sumenep, seperti kursi tua, berbagai peralatan dasar kuda, kereta, foto-foto raja, mushaf Alquran yang ditulis oleh Santriwati Sumenep, Ibu Yanti.
Kraton Sumenep
Kraton Sumenep merupakan tempat seorang penguasa memerintah atau tempat tinggalnya pada masanya. Kraton Sumenep ini memiliki luas ribuan meter persegi.
Kraton Sumenep dibangun pada 1762, pada masa pemerintahan Panembahan Sumolo I atau Tumenggung Arya Nata Kusuma. Arsitek keraton ini berkebangsaan Cina, bernama Louw Phia Ngo. Ia memadukan gaya arsitektur Islam, Eropa, Cina, dan Jawa.
Di dalamnya pun ada banyak area wisata yang bisa dinikmati pengunjung. Seperti taman halaman yang dilengkapi dengan tempat duduk, di sisi kanan istana ada juga bangunan tua bernama Kantor Koneng. Di masa lalu, itu adalah istana Bindara Saod sebelum dia menyerahkan penggantinya.
Di kantor koneng itu terdapat penyimpanan baju adat raja, peralatan upacara adat tradisional, pendupaan dan lampu zaman dulu, upacara daur hidup, berbagai perhiasan raja, alat peramu jamu tradisional dan berbagai macam keramik asing.
Kemudian ada mushaf Alquran yang ditulis tangan oleh Sultan Abdurrahman atau yang dikenal dengan nama Raja bertitle Letterkundige itu dalam waktu 12 jam atau satu malam.
Juga ada museum keris yang berada di sebelah kanan pintu masuk tempat peristirahatan raja-raja atau sebelah utara pendopo Kraton.
Masjid Jamik Sumenep
Masjid jamik Sumenep merupakan salah satu masjid tertua di indonesia. Masjid ini dibangun pada 1779 masehi dan selesai pada 1787 pada masa pemerintahan Panembahan Somala, penguasa Negeri Sungenep XXXI dengan kapasitas 2.000 orang.
Bangunannya menjadi simbol empat budaya. Arsitektur bangunan masjid secara garis besar banyak dipengaruhi unsur kebudayaan Jawa, China, Eropa, dan Arab.
Kota tua Kalianget
Kota tua Kalianget ini memiliki sejarah panjang. Beberapa bangunan peninggalan masa penjajahan masih tetap berdiri kokoh. Kawasan ini dulunya menjadi kota modern pertama di Madura.
Kota Tua Kalianget secara historis didirikan kongsi dagang VOC sekitar awal abad ke-17 atau 18. VOC memilih kawasan ini sebagai kongsi dagangnya karena memiliki letak strategis dan menjadi bandar pelabuhan terpadat di selat Madura.
Setelah menguasai Sumenep, VOC sempat membangun benteng di Kalianget Barat. Sampai saat ini, kota tua Kalianget menjadi kawasan terkenal.
Asta Tinggi atau makam Raja-raja Sumenep
Tempat peristirahatan terakhir raja-raja Sumenep itu dibangun sejak awal abad 17, yang selesai setelah tiga generasi. Lokasinya di Desa Kebunagung, Kota Sumenep.
Asta Sayyid Yusuf Talango
Asta Sayyid Yusuf adalah makam seorang ulama sufi bernama Syekh Yusuf al-Makassari yang dikenal sebagai mursyid atau pembimbing tarekat Khalwatiyah. Letaknya di Kepulauan Poteran, Kecamatan Talango. Sebagian masyarakat menamakan tempat itu dengan Asta Sayyid Yusuf Talango.
Asta Buju’ Panaongan Pasongsongan
Asta Buju’ Panaongan ditemukan di dalam gunungan pasir dengan ketinggian kurang lebih 7,5 meter. Buju’ ini ditemukan pada 9 September 1999.
Buju’ Panaongan yang berlokasi di Kecamatan Pasongsongan ini konon ditemukan berdasarkan mimpi yang datang kepada Siti Sahriya warga Desa Panaongan. Dalam mimpinya, dis didatangi seorang perempuan tua yang mengatakan bahwa di bawah gunungan pasir dimana lokasi Buju’ tersebut ada makam.
Buju’ tersebut ditemukan pada proses penggalian malam ke enam. Pertama ditemukan pagar, kemudian batu nisan, terpahat nama Nyai Ummu Nanti, yang wafat pada tahun 1820 Masehi.
Asta atau malam kedua tertulis nama Syekh Al Arif Abu Said, yang wafat pada tahun 1292 Hijriah. Semua Asta ditemukan pada malam ke 45. (*)